Keindahan  Danau Ranau tak terbantahkan lagi. Namun, letaknya yang jauh dari pusat  kota, Palembang, membuat objek wisata ini ibarat “misteri”.  Keindahannya tersaput kabut. Oleh karena itu, meskipun indah, wisatawan  yang berkunjung ke sini masih bisa dihitung dengan jari.  Sama seperti  awal terbentuknya danau itu yang dilingkungi misteri. Kendati secara  ilmiah terbentuk melalui sebuah proses alam, masyarakat setempat percaya  ada misteri yang melatarbelakangi terciptanya danau ini.
Mencapai  lokasi ini, selain dari Palembang, juga bisa dijangkau dari Provinsi  Lampung. Danau Ranau merupakan danau terbesar dan terindah di Sumatera  Selatan yang terletak di Kecamatan Banding Agung, Kabupaten OKU Selatan  (dahulu masuk dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu). Berjarak  sekitar 342 kilometer (km) dari Kota Palembang, 130 km dari Kota  Baturaja, dan 50 km dari Muara Dua, ibu kota OKU Selatan, dengan jarak  tempuh dengan mobil sekitar tujuh jam dari Kota Palembang. Sementara  itu, dari Bandar Lampung, danau ini bisa ditempuh melalui Bukit Kemuning  dan Liwa.
Secara geografis, danau ini terletak di perbatasan  Kabupaten OKU Selatan, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Lampung  Barat, Provinsi Lampung Danau Ranau yang mempunyai luas sekitar 8×16 km  dengan latar belakang Gunung Seminung (ketinggian ± 1.880 meter dpl),  dikelilingi oleh bukit dan lembah. Pada malam hari, udara sejuk dan pada  siang hari cerah suhu berkisar antara 20°-26° Celsius. Terletak pada  posisi 4°51’45” Bujur Selatan dan 103°55’50” Bujur Timur.
Secara  teori, danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari  gunung berapi yang membuat cekungan besar. Sungai besar yang sebelumnya  mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air utama  yang mengisi cekungan itu. Lama-kelamaan, lubang besar itu penuh dengan  air. Kemudian, di sekeliling danau baru itu, mulai ditumbuhi berbagai  tanaman, di antaranya tumbuhan semak yang oleh warga setempat disebut  ranau. Oleh karena itu, danau itu pun dinamakanl Danau Ranau. Sisa  gunung api itu kini menjadi Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi  danau berair jernih tersebut.
Pada sisi lain di kaki Gunung  Seminung, terdapat sumber air panas alam yang keluar dari dasar danau.  Di sekitar danau ini juga dapat ditemui Air Terjun Subik. Tempat lain  yang menarik untuk dikunjungi adalah Pulau Marisa yang terletak tidak  jauh dari air panas.
Meskipun secara teori ilmiah diyakini danau  ini terjadi akibat gempa tektonik, seperti Danau Toba di Sumatera Utara  dan Danau Maninjau di Sumbar, sebagian besar masyarakat sekitar masih  percaya danau ini berasal dari pohon ara. Konon, di tengah daerah yang  kini menjadi danau itu, tumbuh pohon ara yang sangat besar berwarna  hitam.
Masyarakat dari berbagai daerah, seperti Ogan, Krui,  Libahhaji, Muaradua, dan Komering berkumpul di sekeliling pohon. Mereka  mendapat kabar, jika ingin mendapatkan air, harus menebang pohon ara  tersebut.
Persis saat akan menebang pohon, mereka bingung  bagaimana cara memotongnya. Ketika itulah, muncul burung di puncak pohon  yang mengatakan untuk memotong pohon harus membuat alat mirip kaki  manusia. Akhirnya, pohon ara pun tumbang. Dari lubang bekas pohon ara  itulah keluar air dan akhirnya meluas hingga membentuk danau. Sementara  itu, pohon ara yang melintang membentuk Gunung Seminung.
Kondisi  ini membuat jin yang tinggal di Gunung Pesagi meludah hingga membuat air  panas di dekat Danau Ranau. Serpihan batu dan tanah akibat tumbangnya  pohon ara menjadi bukit yang ada di sekeliling danau.
Di samping  itu, masih di sisi Danau Ranau, tepatnya di Pekon Sukabanjar, terdapat  kuburan yang diyakini masyarakat sebagai makam Si Pahit Lidah dan Si  Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama  Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok,  bisa juga dengan berkendaraan. Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di  sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup yang diyakini  sebagai makamnya Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makamnya  Si Mata Empat.
Si Pahit Lidah yang oleh masyarakat disebut  sebagai Serunting Sakti berasal dari Kerajaan Majapahit. Karena nakal,  raja mengusir Si Pahit Lidah yang bernama asli Raden Sukma Jati ini ke  Sumatera. Si Pahit Lidah pun menetap di Bengkulu, Pagaralam, dan  Lampung. Si Pahit Lidah memiliki kelebihan. Apa pun yang dikemukakannya  terkabul menjadi batu. Akibatnya, Si Mata Empat yang berasal dari India  mencarinya hingga bertemu di Lampung, tepatnya di Way Mengaku.
Di  sini keduanya saling mengaku nama. Lalu, keduanya beradu ketangguhan,  di antaranya memakan buah yang bentuknya seperti aren. Ternyata buah  aren itu pantangan bagi Si Pahit Lidah sehingga akhirnya dia tewas. Si  Mata Empat yang mengetahui lawannya tewas tidak percaya dan mencoba  menjilat lidahnya agar ilmunya bisa diserap. Akhirnya, dia pun tewas.
Begitulah  Danau Ranau. Objek wisata yang sebenarnya menjanjikan. Sayangnya,  hingga kini wisatawan masih belum banyak yang menikmatinya.
sumber : perempuan.com